BANDUNG (Harian.co) — "Terkait standar gudang dan penyimpanan senjata dan amunisi (arsenal) tampaknya masih harus terus disosialisasikan dengan baik. Bukan semata – mata masalah keamanannya (security) saja, tetapi juga terkait dengan masalah standar keselamatan (safety). Ini sangat penting sekali agar setiap anggota dari fungsi terkait paham bagaimana cara menyimpan yang aman dan selamat (secure and safe). Di lain sisi, kita juga paham terkadang ketersediaan anggaran yang sangat terbatas menyebabkan sosialisasi dan pendidikan hal tersebut masih sangat minim. Termasuk kendala minimnya literasi dan referensi sehingga masalah keselamatan kadangkala terabaikan. Apalagi saat terjadi perubahan iklim yang cukup ekstrim dimana terjadi panas ekstrim di beberapa wilayah. Jika temperatur gudang tidak terkontrol dengan baik, berpotensi menimbulkan ledakan karena adanya reaksi kimia akibat temperatur ekstrim," ujar Pemerhati Hankam Dede Farhan Aulawi di Bandung, Jum’at (22/03/2024).

Hal tersebut ia sampaikan dalam perbincangan ringan sambil menunggu berbuka puasa di sebuah cafe di Bandung. Menurutnya, INTERNATIONAL AMMUNITION TECHNICAL GUIDELINES (IATG 06.50) Third edition March 2021 tentang Special safety precautions (storage and operations) bisa dipakai menjadi salah satu rujukan dalam penetapan standar gudang penyimpanan senjata dan amunisi, karena di dalamnya memuat cukup detai mengenai ketentuan – ketentuan yang terkait dengan hal tersebut. Namun demikian, standar tersebut selalu di review dan revisi secara reguler sehingga yang bisa dijadikan referensi adalah dokumen terakhir / terbaru. Selain itu bisa juga merujuk pada US Department of Defense MANUAL No. 5100.76 tentang Physical Security of Sensitive Conventional Arms, Ammunition, and Explosives (AA&E), serta beberapa dokumen lain yang terkait.

Secara umum dokumen tersebut memuat scope, Normative references, Terms and definitions, Dangerous chemicals, Metal powders and explosives containing metal powders, Health hazards associated with explosives, Explosives area management precautions, Emergency arrangements (Incidents & Accidents), Safe to move and handle, dan Storage temperatures (High & Low temperature limit, Humidity conditions and air flow). Jadi manual tersebut bisa dijadikan patokan atau pedoman dasar dalam standar gudang penyimpanan senjata dan amunisi.

Pada kesempatan tersebut, Dede menjelaskan bahwa gudang amunisi adalah fasilitas untuk menyimpan, memeriksa dan merawat amunisi dengan persyaratan-Persyaratan tertentu. Secara teknis, amunisi adalah bahan peledak yang dipergunakan untuk keperluan militer. Ada senyawa kimia peledak dan pendorong proyektil jika itu menyangkut peluru dalam berbagai kaliber. Atau semata-mata bahan peledak dengan detonator sebagai pemicunya. Bahan Peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair, gas atau campurannya yang apabila dikenai suatu aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat yang hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas dan disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil.

Dalam nomenklatur pengamanan gudang bahan peledak, pemerintah telah menetapkan persyaratan fisik bangunan gudang itu, di antaranya lolos persyaratan administratif (perizinan, gambar teknis dan lingkungan, dan lokasi), pencantuman jenis dan tipe bahan peledak, dan buku panduan serta pelatihan tata cara penanganan bahan peledak. Kapasitas tampung gudang senjata juga harus dipaparkan secara tegas karena jumlah, tipe, dan jenis bahan peledak memerlukan penanganan yang berbeda-beda. Bahan peledak dari berbagai tipe, di antaranya TNT (umum mengenal sebagai dinamit), C4, hingga RDX, harus diimbuhi detonator sebagai pemicu ledakan. Tanpa detonator, bahan-bahan peledak itu tidak akan meledak dan menimbulkan efek sebagaimana diinginkan operator (militer). Tentang detonator ini, aturan mensyaratkan lokasi penyimpanan yang berbeda antara detonator dan bahan peledaknya.

Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa di dalam gudang bahan peledak dan amunisi, harus tersedia indikator temperatur, tanda-tanda yang jelas tentang larangan merokok, komunikasi dengan telefon genggam, menimbulkan api atau percikan listrik, dan jalur keluar-masuk serta evakuasi. Tidak kalah penting sarana pemadaman kebakaran dan pencegahan kebakaran serta penanggulangan efek ledakan. Semua ini menjadi hal-hal pokok sebagai objek pemeriksaan berkala yang harus dilakukan oleh inspektur penanganan gudang senjata/amunisi. Penjagaan secara fisik, juga persyaratan lain yang penting dan harus ada buku panduan khusus tentang ini, dan penjaga ditempatkan di bangunan lain di luar gudang senjata dan amunisi itu.

Kemudian ia juga mengingatkan bahwa bahan peledak merupakan senyawa kimia dengan sifat kimia yang labil, maka hal-hal yang mendorong perubahan sifat kimia itu harus dinihilkan. Itulah sebabnya, lampu penerangan genggam dan permanen harus bebas percikan listrik atau api. Peraturannya bahan peledak berbahan dasar amonium nitrat dan ANFO dengan kapasitas di atas 5.000 kilogram harus dilengkapi alat pemadam api otomatis yang diinstalasi di luar ruangan dengan sumber air bertekanan. Masih ada pengaturan khusus tentang bahan peledak peka detonator, secara fisik bangunan harus berbasis bahan tidak mudah terbakar, atap seringan mungkin, dinding pejal, lubang ventilasi memadai, dipasangi alat penangkal petir dengan kabel resistensi lebih kecil dari 5 Ohm, dan tanpa ekspose besi terbuka.

"Sebenarnya kalau kita memperhatikan gudang-gudang senjata dan amunisi buatan Belanda sangat ideal. Hampir semuanya dibangun di bawah tanah lebih dalam dari tiga meter. Di atas bangunan gudang amunisi itu, disamarkan dengan pepohonan dan dibangun juga tanggul-tanggul penangkal "lompatan" amunisi yang diperkirakan bisa terjadi jika mereka meledak. Gudang-gudang senjata dan amunisi warisan Belanda itu juga bertemperatur stabil dingin dan tidak lembab. Bahkan untuk penerangan, mereka tidak memakai pancaran bola lampu listrik, melainkan pantulan cermin-cermin yang sudutnya diatur sedemikian rupa sehingga memecah-mecah arah pancaran cahaya matahari sedemikian rupa pada saat pintu dibuka," tambahnya.

Lebih lanjut Dede menguraikan bahwa melihat perkembangan zaman, dimana fakta menunjukan terjadinya perlombaan senjata yang sangat signifikan, sehingga kebutuhan gudang-gudang senjata dan amunisi terus bertambah. Dengan demikian maka standar keamanan dan keselamatan harus semakin ditingkatkan karena karakteristik bahan peledak dan amunisi masa kini kian canggih dan sensitif. Jadi pemeriksaan gudang senjata secara reguler wajib untuk dilakukan secara konsisten sebagai langkah antisipatif guna mencegah kemungkinan terjadinya musibah ledakan atau hal-hal lain yang tidak diharapkan. Pemeriksaan gudang senjata tersbut dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa kondisi senjata berikut gudang penyimpanan amunisi serta surat dokumen yang harus tertib administrasi, sehingga akan meminimalisir terjadinya penyalahgunaan terhadap senjata api dan amunisi.

"Disinilah pentingnya menyiapkan SDM yang kompeten dalam penanganan gudang senjata dan amunisi sehingga bisa dikatakan secure dan safe untuk dioperasionalkan. Keamanan penyimpanan senjata diperlukan untuk mencegah terjadinya akses masuk ilegal, pencurian dan kehilangan senjata. Untuk itu saat ini telah dilakukan rancang bangun sistem pengamanan gudang senjata yang menggunakan Radio Frequency Identification (RFID) dan pengenalan sidik jari. Penggunaan RFID memberikan kemudahan dalam mengidentifikasi setiap senjata. Kartu RFID dipasang pada setiap senjata. Tiga buah RFID reader disusun secara paralel untuk mengakomodasi semua akses pintu masuk. Selanjutnya pemindai sidik jari digunakan sebagai pengidentifikasi personil dalam mengakses pintu gudang senjata. Identitas pemilik sidik jari yang terdaftar akan tertampil di LCD.  Mikrokontroller Arduino Nano digunakan untuk membaca data dari modul RFID dan sidik jari, menggerakkan solenoid dan membunyikan alarm," pungkas Dede.

(*)