Rokan Hilir (Harian.co) — Kasus praktek pengelapan obat-obatan yang terjadi di Apotik RSUD Dr RM Pratomo Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dalam kurung waktu hampir satu tahun  yakni di 2019-2020 yang saat ini sedang dalam penanganan pihak Ispektoran Rohil ternyata merupakan pengaduan yang di sampaikan secara resmi agar di lakukan pemeriksaan dari Direktur RSUD Dr RM Pratomo Bagansiapiapi, dr Tribuana Tunga Dewi. Pasalnya, muncul kecurigaan obat-obatan yang di sediakan untuk satu tahun habis hanya dalam waktu delapan bulan.

Berawal dari kecurigaan dimana obat-obatan yang harganya tergolong mahal seperti obat Diabetes habis sebelum waktunya. Merasa penasaran dan ingin mengetahui apa yang menyebabkan obat-obatan itu habis, Tribuana menanyakan langsung kepada Kabid, Kasubbid, pengawas dan petugas yang bertanggung jawab terhadap persediaan obat di Apotik rumah sakit. "Selanjutnya mereka yang di tanyai ini saya minta untuk mencari tau dengan cara melakukan pemeriksaan agar dapat di ketahui penyebab sesunguhnya," terang Tribuana.

Tribuana yang ditemui diruang kerjanya di lantai II RSUD Dr RM Pratomo Bagansiapiapi Selasa (24/08/2021) membeberkan bahwa dari hasil pemeriksaan itu di dapati sebuah bukti yang di nilai sangat di curigai dimana adanya obat yang keluar lebih dari dua bahkan sampai enam buah untuk jenis yang sama.

"Tiap obat yang dikeluarkan petugas  Apotik akan mencatatnya di fail komputer, nah di situ kita menemukan bukti tersebut setelah semua petugas kita minta membuka komputer mengunakan paswod mereka masing-masing," ungkap Tribuana.

Dari semua petugas bukti itu hanya di dapati terhadap salah satu petugas yang bekerja di waktu malam. Saat di tanyakan kenapa bisa obat yang keluar lebih dari dua dan bahkan sampai enam buah untuk jenis yang sama, sang petugas berkelah dan mencoba menyelamatkan diri dengan cara menunjukan bukti resep obat dari dokter.

"Ini semakin aneh, karna banyak resep dokter yang ia tunjukan jumlah obat yang sama sampai enam buah. Padahal siapapun dokternya tidak akan pernah menuliskan obat lebih dari dua buah," aku Tribuana.

Lantai bagaimana bisa resep obat dari dokter itu angkanya bisa sampai enam untuk jenis yang sama. Menjawab pertanyaan itu, Tribuana merincikan dalam penulisan yang di bubuhkan dokter pada resep yang selanjutnya diantarkan ke apotik tidak pernah menuliskan jumlah dalam bentuk angka, melainkan huruf Romawi.

"Contoh angka satu dalam huruf Romawi berbentuk huruf I. Huruf inilah yang dirubah oleh petugas tersebut dengan menambah huruf V yang berarti lima," papar Tribuana.  

Kalau huruf I di tambahkan huruf V, maka jumlahnya menjadi enam dan inilah yang dilakukan si petugas ini untuk melancarkan praktek pengelapan obat-obatan di Apotik rumah sakit Pratomo Bagansiapiapi.

"Inisial petugas honorer yang saat ini sudah tidak bekerja karena sudah kita pecat pasca diketahui melakukan praktek penggelapan obat berinisial T dan dia kita minta mengembalikan kerugia yang ditimbulkan dari aksinya yang mencapai angka Rp200 juta," sebut Tribuana.

Pelaku saat ini sudah mengembalikan sebagian kerugian itu sekitar Rp 50 juta dan di wajibkan mengembalikan sisanya sampai tuntas. "Dari kejadian ini jelas ada kerugian anggaran yang ditimbulkan, makanya dia wajib untuk mengembalikan sampai tuntas baik tampa terkecuali," tegas Tribuana. Menyikapi kasus ini, Tribuana tidak menafikan terjadi akibat lemahnya pengawasan. 

Makanya setelah adanya temuan ini kepada seluruh petugas khusus bidang pengawasan dan instalasi untuk lebih berhari-hati tiap pengeluaran obat. "Saya bahkan sudah tekankan agar pola evaluasinya dirubah dari tiap minggu menjadi tiap hari. Dengan demikian, diharapkan kasus yang sama tidak terulang kembali. Makanya saya menyurati langsung pihak Inspektorat agar dilakukan pemeriksaan terhadap temuan ini, dengan maksud ada efek jera baik terhadap pelaku maupun yang lainya," tandas Tribuana.

Pewarta: Erik