PEKANBARU (Harian.co) — Akademisi Universitas Riau, spesialis hukum Tata Negara Dr Dodi Haryono SHI SH MH, memberikan penjelasan terkait kasus pemalsuan tanda tangan yang dialami oleh korban H Sopian HAS (71) warga Menggala Sakti, Tanah Putih, Rokan Hilir.
Menurut Dr Dodi, pemalsuan tanda tangan seperti dialami H Sopian HAS terkait sempadan tanah tersebut harus mendapat pengujian terhadap surat tanah dan tanda tangan korban sendiri. Karena tidak menutup kemungkinan semua isi yang ada di dalam surat tanah berupa SKGR itu palsu.
Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap SKGR. Apabila nantinya terungkap bahwa SKGR tersebut palsu, maka semua isi yang ada di dalam SKGR tersebut bisa diduga kuat palsu.
Untuk memudahkan pengungkapan sebuah perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan yang digunakan untuk surat tanah harus dilakukan pengujian lebih mendalam.
"Selain tanda tangan yang harus diuji Labfor, surat tanah yang terdapat tanda tangan palsu tersebut harus diuji juga. Karena sering ditemukan kalau surat tanah, baik itu SKGR, SKT dan sertifikat itu tidak identik atau palsu pada saat diuji, bisa diduga semua isi yang ada di dalam surat tanah tersebut palsu," ujar Dr Dodi Haryono.
Pria yang juga sehari-hari berprofesi sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Hukum Universitas Riau ini menyebutkan, untuk memalsukan sebuah tanda tangan seseorang bukanlah mudah, pasti ada perbedaannya. Tidak ada yang seratus persen sama.
Namun untuk kemiripannya pasti ada. Kalau kita bicara terkait pelakunya, bisa dikatakan orang yang sudah sering memalsukan tanda tangan dan membuat surat-surat palsu.
Dengan di ujinya SKGR tersebut tentu saja mempermudah pengungkapan. Kalau tanda tangan korban H Sopian HAS sudah pasti diuji. Karena di Riau ini sering kedapatan SKGR palsu untuk merampas tanah masyarakat.
"Makanya saya katakan perlu dilakukan pengujian sekaligus baik itu tanda tangan maupun SKGR. Kalau saya katakan, jika fisiknya palsu, maka isi di dalam SKGR tersebut palsu," ungkap Dr Dodi.***