PEKANBARU (Harian.co) — Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau terus mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi terkait penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) di tubuh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) Perseroda, perusahaan daerah yang sebelumnya dikenal sebagai PD SPRH.
Nilai dugaan penyimpangan dana CSR tersebut mencapai lebih dari Rp19 miliar. Penyidikan yang ditangani oleh Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Riau itu telah bergulir sejak 8 Juli 2025.
Hingga kini, penyidik masih fokus memeriksa sejumlah saksi dan ahli guna memperkuat alat bukti serta mengidentifikasi pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.
"Penyidikan masih berjalan, dan kita dalami keterlibatan pihak lain. Pokoknya siapa saja yang menikmati dana CSR siap-siap masuk penjara. Tidak ada kata ampun. Siapa pun dia, kalau terlibat kita sikat," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro Ridwan kepada awak media.
Kombes Ade menuturkan, pemeriksaan terhadap saksi dan ahli merupakan bagian dari tahapan penting sebelum penetapan tersangka. Selain itu, penyidik juga tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara.
"Penyidik sudah memeriksa beberapa saksi, termasuk saksi ahli. Sekarang ini kita masih berkoordinasi dengan BPK terkait audit kerugian negara," jelasnya.
Dari informasi yang dihimpun, dana CSR yang dipersoalkan tersebut bersumber dari PT Riau Petroleum, hasil bagi kerja sama dengan Pertamina Hulu Rokan (PHR) untuk tahun anggaran 2024. Total dana yang disalurkan mencapai Rp19,52 miliar dan diperuntukkan bagi berbagai kelompok masyarakat di 18 kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).
Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan sejumlah kejanggalan. Beberapa penerima hibah mengaku hanya memperoleh sebagian kecil dari nominal yang tercantum dalam dokumen resmi.
Dugaan ini memperkuat indikasi adanya penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat. Polda Riau memastikan akan menuntaskan kasus ini secara transparan.
Jika hasil audit BPK telah keluar, penetapan tersangka diyakini tinggal menunggu waktu.
"Sekarang kita tunggu hasil audit BPK keluar dulu, baru penetapan tersangka. Prinsipnya, setiap rupiah dana publik harus dapat dipertanggungjawabkan. Proses hukum akan terus berjalan sampai tuntas," pungkas Kombes Ade.
Kombes Ade juga menyebutkan, dirinta tidak memandang siapa pun dalam membrantas kasus korupsi dana CSR tersebut. "Saya tidak pandai pilih kasih. Asal sudah menikmati hasil korupsi tidak ada ampun, baik itu pejabat. Semuanya jeruji besi tempatnya," tambahnya.***




